Minggu, 02 Desember 2012

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
‘’KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM”

Makalah ini berisikan tentang informasi KONSEP KETUHAN DALAM ISLAM atau yang lebih khususnya membahas tentang ketuhanan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.


Makassar,  18 september 2012



PENYUSUN




BAB I
PENDAHULUAN

   A.    LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan terhadap aturan-aturan-Nya merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau pun bumi . Namun kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan untuk mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu Nampak di depan kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada. Sedangkan yang dimaksud dengan transendensi pada eksistensi manusia merupakan sifat yang nampak secara langsung dalam kesadaran manusia bahwa ia manusia, bukan hanya sekedar tubuh yang nampak dalam ruang dan waktu bersama “ada” yang lain, namun manusia adalah makhluk yang dapat melampaui dirinya melebihi dari batas ruang dan waktu dalam kesadarannya. Keberadaan kebutuhan untuk mengerti merupakan modus yang paling jelas dari transendensi kesadaran manusia. Termasuk dalam kesadaran ini adalah bahwa manusia selalu terdorong untuk selalu mempertanyakan hakikat dirinya dan dunianya. Karena hal inilah kemudian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai dari mana ia dan dunianya berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan ini akan bermuara pada wilayah mengenai eksistensi Tuhan. Persoalan mengenai eksistensi Tuhan walau kadang suka melingkar pada pengulangan kata “ada dan tiada” namun dpat diterangkan dengan beberapa argumentasi, yakni: argumentasi ontology, teologi dan kosmologi. Pendekatan ontology lebih bersifat apriori, yang mencakup tentang pengetahuan mistik dan kesadaran manusia, sedangkan argumentasi teologi dan kosmologi merupakan argumentasi yang bersifat apriost Setiap yang “ada” memiliki eksistensinya, dan yang bereksistensi pasti memiliki sebab keberadaannya dalam mengada untuk sebuah “ada” dari eksistensinya. Oleh karena hal itu, alam semestapun memiliki sebab dari bermulanya. Pengejaran sebab atau alasan inilah yang menjadi kajian hangat dalam argumentasi sebuah penciptaan, baik ari kalangan filsafat ataupun saintis.
Dalam makalah atau resensi tentang konsep ketuhanan ini akan saya bahas beberapa aliran, baik aliran yang mempercayai Tuhan ataupun yang semi percaya Tuhan bahkan yang menolak eksistensiNya.
B.     RUMUSAN  MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil permasalahan yang dihadapi  yaitu:
ü  Bagaimana konsep dasar ketuhanan dalam islam?
C.    TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yaitu :
a)      Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah pendidikan Agama
b)      Untuk mengenal lebih dalam tentang konsep ketuhanan dalam islam
c)      Untuk memahami filsafat ketuhanan
d)      Untuk memahami bagaimana pemikiran manusia tentang tuhan
e)      Untuk mengetahui tuhan menurut wahyu dan dalil-dalil pembuktian eksistensi tuhan











BAB II
PEMBAHASAN
1.Filsafat Ketuhanan
Filsafat Ketuhanan Dalam Islam
Ø  Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.

Ø  Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :
·           Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
·           Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.
Bagi al-kindi, agrumen yang dibawa al-qur’anitu lebih meyakinkan dari pada agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan al-qur’an tidaklah bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang dibawa filsafat. Mempelajari filsafat dan berfilsafat tidaklah dilarang, klarena teologi (ilmu kalam) adalah bagian dari filsafat.umat islam pun menurut filsufini diwajibkan mempelajari filsafat
Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar atau baths an al-haqq (knowledge of thruth). Dari sinilah kita bisa melihat persamaan atau filsafat dari agama. Tujuan agama dan tujuan filsafat adalah sama yaitu menerangka apa yang benar dan apa yang baik. Agama, disamping wahyu, juga menggunakan akal sebagai mana filsafatmenggunakan akal. Adapun kebenaran peratama menurut al-kindi, ialah tuhan (allah). Dialah the first truth. Dengan demikian filsafat membahas soal tuhan, agama t tentang tuhan. Dialam ini terdapat benda benda yang di tangkap oleh panca indera yang merupaka juz’iyyat yang tiada terhingga itu akan tetapi yang terpenting adalah hakikat yang terdapat didalam juz’iyyat itu yaitu yang disebut kulliyyat, atau universal, definisi. Tiap benda mempunyai dua hakikat. PERTAMA, hakikat sebagai juz’iyy disebut an-niya. KEDUA, hakikat sebagai kulliyah yang disebut ma’niyyah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Tuhan dalam filsafat al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti an-niyah maupun ma-hiyyah. Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang ada dialam. Ia pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk (al hayyuli’ yang wa al-shurah). Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk ma’hiyyah, karena tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu tidak ada yang serupa dengan-Nya,. Ia adalah unik, ia adalah yang benar pertama dan yang maha benar. Ia hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia, semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi al-kindi adalah pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat aristoteles. Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat plotenus yang mengatakan bahwa yang maha satu adalah sumber dari ala mini dan sumber dari segala yang ad. Alam ini adalah emanasi atau pancaran dari yang maha satu.
2.Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
1.         Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
·      Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
·      Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
·      Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
·           Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
·           Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2.         Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.
Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:
1.        Mu’tazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.
2.        Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
3.        Jabariah yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
Asy’ariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
3.Tuhan Menurut-Menurut Wahyu
Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
  1. QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan konsep tentang  ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang. Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir. Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
  1. QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
  2. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
4.Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan
Allah sebagai wujud  yang tidak terbatas, maka hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat dijangkau sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam hal ini menjelaskan bahwa: “Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.
Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia memiliki rasa berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat ditekan dan disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya, sehingga terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa musibah atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada kondisi ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki kemampuan lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.
Dalil fitrah ini merupakan perasaan berketuhanan secara langsung yang tertanam pada diri manusia. Ia menjadi model sekaligus modal khusus manusia. Akan tetapi untuk memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalil-dalil yang argumentatif yang bersandar pada akal dan kemudian wahyu sebagai tambahan dan penguat argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat dan sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan ALLah swt.
Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj al-Balaghah sebagai berikut:
Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh batasan-batasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka. siapa yang menunjuk-Nya berarti mengakui batas-batas-Nya, dan yang mengakui batas-batas-Nya berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya, memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala sesuatu yang disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.”
Ø  Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
Ø  Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :
1.    Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak (QS. 35:28). Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun pintarnya manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah SWT menantang manusia untuk membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. 22:73). Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2.    Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. 67:3,4)
3.    Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)
Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan perhitungan yang tepat dan sangat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
4.    Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)
Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri. Seorang bayi ketika dilahirkan menangis dan mencari puting susu ibunya. Siapa yang mengajarkan bayi-bayi tersebut? Seekor ayam betina membolak-balikkan telur yang tengah dieramnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur itu merata, juga kehangatan dari induk ayam tersebut, dengan demikian telur tersebut dapat menetas. Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak ayam yang sedang diproses dalam telur itu mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya di bagian bawah. Jika telur tersebut tidak digerak-gerakkan maka zat makanan tersebut tidak merata, dengan demikian ia tidak dapat menetas. Siapa yang mengajarkan ayam untuk berbuat demikian ?
Kita sering mendengar seseorang yang ditimpa musibah yang membuat hatinya hancur luluh, putus harapan, lalu ia berdoa menghadap Allah SWT. Tiba-tiba musibah itu hilang, kebahagiaan pun kembali dan datanglah kemudahan sesudah kesusahan. Siapa yang mengabulkan doa, siapa pula yang mengajarkan orang, yang kafir sekalipun, untuk berdoa/meminta pertolongan pada suatu zat di luar dirinya yang dirasakannya bersifat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak ? Firman Allah :
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu pun berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS.17:67)
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena kehidupan. Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)
a.    Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral (akhlaq) inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)
b.    Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang berbeda. Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.
c.    Dalil Sejarah
Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno bernama Plutarch).
Terdapat beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan  keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan Allah. (QS.34:51-54; 2:147; 22:11; 10:94). Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir tersebut melanggar fitrah mereka. Sebab mereka mencoba mengenal Allah dengan menggunakan panca indra saja. Padahal panca indra hanya bisa mendeteksi sesuatu yang dapat diraba, diukur, disentuh. Sebaliknya untuk mengenal sesuatu selain Allah mereka menggunakan panca indra dan akal. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir ini pada akhirnya tidak pernah membawa mereka sampai mengenal siapa Sang Pencipta. Sebaliknya yang mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan Allah Yang Maha Mencipta.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah). Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah). Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.3:190-191; 12:105; 10:101). Jalan yang ditempuh oleh orang mukmin bersandarkan pada fitrahnya sebagai manusia, yaitu mengoptimalkan akal, pemikiran, ilmu, serta hatinya untuk mengenal Allah lewat tanda-tanda kebesaran-Nya (ayat-ayat-Nya), bukan zat-Nya. Baik tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam, mukzijat serta dalm Al Qur’an. Lewat jalan inilah manusia akan mengenal Allah SWT.

















BAB III
A.Kesimpulan
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Ø  Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :
·           Pertama, pengetahuan illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-qur’an, yaitu pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar pengetahuan itu adalah keyakinan.
·           Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.

1.      Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
1.      Dinamisme
2.      Animisme
3.      Politeisme
4.       Henoteisme
5.      Monoteisme

2.      Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal dengan tradisional.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
1.      Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
2.      Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan empat unsur alam semesta :
1.      Ciptaan-Nya
2.      Kesempurnaan
3.      Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. 25:2)
4.      Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan) (QS. 20:50)
B.Saran
Kita sebagai manusia seharusnya lebih mengembangkan pengetehuan tentang referensi konsep ketuhanan dalam islam sehingga pemahaman kita tentang konsep ketuhanan dalam islam tidak terbatas terutama mengenai filsafat ketuhanan,pemikiran manusia tentang tuhan,tuhan menurt wahyu,dan dalil dalil pembuktian eksintensi tuhan.
Dan kita dikatakan sosok manusia yang seutuhnya apabila ada keselarasan manusia dengan tuhannya.maka dari itu kita sebagai penerus pemuda bangsa dan negara mari kita pahamkan dalam keseharian kita tentang pemahaman konsep dasar ketuhanan dalam islam.
C.Pertanyaan
1.      Mengapa pemikiran manusia tentang Tuhan selalu berbeda-beda? 
Jawab: Kata ‘’ilah’’ yang selalu dipakai terutama oang arab untuk menyebut sesuatu yang dianggap penting,besar,yang diagungkan,yang mempunyai kekuatan yang lebih besar. Dari kata ilahi (Tuhan) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusai sedemikian rupa,sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaknya diartikan secara luas. Tercakup d idalamnya dapat  yang dipuja,dicinta,diagungkan,diharap harapkan dapat memberikan kegembiraan dan termasuk pula yang ditakuti akan mendatangka bahaya atau kerugian.
2.      Apa yang di maksud lahiriah dan batinia serta contohnya?
Jawab: lahiriah yaitu yang bersifat lahirnya,tampaknya tentunya bukan bersifat batin. Perbuatan yang dilakukan dengan anggota badan dan dapat diketahui melalui pendengaran dan  penglihatan. Contoh yaitu:
ü  Amalan lahiriah yang dilakukan melalui ucapan seperti menasehati  dalam kebajikan untuk mencegah kemungkaran,berbicara denga embicaraan yang baik,dan membaca Al-quraan.
ü  Amalan lahiriah dengan anggota badan seperti menolong orang dalam kebajikan,dan menjenguk orang sakit dll.
              Sedangkan batiniah adalah amalan yang dilakukan oleh hati(Al-qalb) yang berhubungan dengan batin(jiwa atau hati). Contoh yaitu: perbuatan yang baik seperti beriman,bersabar,berniat,tawaqal,ikhlas, tegar dan berani.
3.      Berikan contoh dalil pembuktian eksistensi Tuhan?
Jawab:              ‘’Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh batasan-batasan ataupuntidak dihitungoleh angka-angka.  Siapa yang menunjukan-Nya berarti mengakui batasan-batasan-Nya, dan yang mengakui batasan-batasan-Nya berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya , memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala sesuatu yang disebut satu adalah kurang,kecuali Dia.’’
4.      Apa yangdi maksud dalil fitrahl dan dalil akal?
Jawab: dalil fitrah yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti kemurkaan-Nya. Sedangkan dalil akal yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan menifestasi dari eksistensi Allah SWT.