KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ‘’KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM”
Makalah ini berisikan tentang informasi KONSEP KETUHAN DALAM ISLAM atau yang lebih khususnya membahas tentang ketuhanan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ‘’KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM”
Makalah ini berisikan tentang informasi KONSEP KETUHAN DALAM ISLAM atau yang lebih khususnya membahas tentang ketuhanan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Makassar, 18 september 2012
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang Tuhan dan kesetiaan
terhadap aturan-aturan-Nya merupakan dasar bagi tiap agama, baik agama langit atau
pun bumi
. Namun kesadaran manusia akan eksistensinya menggiring ia untuk melihat bahwa
eksistensinya dipengaruhi oleh tiga sifat; faktisitas, transendensi dan kebutuhan
untuk mengerti.Faktisitas berarti, bahwa eksistentsi selalu Nampak
di depan kesadaran manusia sebagai sesuatu yang sudah ada. Sedangkan yang
dimaksud dengan transendensi pada eksistensi
manusia merupakan sifat yang nampak secara langsung dalam kesadaran manusia
bahwa ia manusia, bukan hanya sekedar tubuh yang nampak dalam ruang dan waktu
bersama “ada” yang lain, namun manusia adalah makhluk yang dapat melampaui
dirinya melebihi dari batas ruang dan waktu dalam kesadarannya. Keberadaan kebutuhan
untuk mengerti merupakan modus yang paling jelas dari transendensi
kesadaran manusia. Termasuk dalam kesadaran ini adalah bahwa manusia selalu
terdorong untuk selalu mempertanyakan hakikat dirinya dan dunianya. Karena hal
inilah kemudian menimbulkan suatu pertanyaan mengenai dari mana ia dan dunianya
berasal. Dalam filsafat ketuhanan, pertanyaan ini akan bermuara pada wilayah
mengenai eksistensi Tuhan. Persoalan mengenai eksistensi Tuhan walau kadang
suka melingkar pada pengulangan kata “ada dan tiada” namun dpat diterangkan dengan beberapa argumentasi, yakni:
argumentasi ontology, teologi dan kosmologi. Pendekatan ontology lebih
bersifat apriori,
yang mencakup tentang pengetahuan mistik dan kesadaran manusia,
sedangkan argumentasi teologi dan kosmologi merupakan argumentasi yang bersifat
apriost
Setiap yang “ada” memiliki eksistensinya, dan yang bereksistensi pasti memiliki
sebab keberadaannya dalam mengada untuk sebuah “ada” dari eksistensinya. Oleh
karena hal itu, alam semestapun memiliki sebab dari bermulanya. Pengejaran
sebab atau alasan inilah yang menjadi kajian hangat dalam argumentasi sebuah
penciptaan, baik ari kalangan filsafat ataupun saintis.
Dalam makalah atau resensi tentang konsep
ketuhanan ini akan saya bahas beberapa aliran, baik aliran yang mempercayai
Tuhan ataupun yang semi percaya Tuhan bahkan yang
menolak eksistensiNya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas dapat
diambil permasalahan yang dihadapi
yaitu:
ü
Bagaimana konsep dasar ketuhanan dalam islam?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan yaitu :
a)
Untuk memenuhi
salah satu tugas dalam mata kuliah pendidikan Agama
b)
Untuk mengenal
lebih dalam tentang konsep ketuhanan dalam islam
c)
Untuk memahami filsafat ketuhanan
d)
Untuk memahami
bagaimana pemikiran manusia tentang tuhan
e)
Untuk
mengetahui tuhan menurut wahyu dan dalil-dalil pembuktian eksistensi tuhan
BAB
II
PEMBAHASAN
1.Filsafat
Ketuhanan
Filsafat
Ketuhanan Dalam Islam
Ø Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk
menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya
dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23, yaitu:
“Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya….?”
Dalam
QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah
dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: “Dan Fir’aun berkata:
Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.”
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan
bahwa perkataan ilah bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad:
ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini),
dan banyak (jama’: aalihatun).
Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan
(dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di
dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang
dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada
dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk
apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis,
tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia
pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis
pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau
angan-angan (utopia) mereka. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha
illa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak
ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu
berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan
terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu
Allah.
Ø Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :
·
Pertama, pengetahuan
illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-qur’an, yaitu
pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar pengetahuan itu
adalah keyakinan.
·
Kedua, pengetahuan
manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.
Bagi al-kindi, agrumen yang dibawa al-qur’anitu lebih meyakinkan
dari pada agrumen yang dikemukakan oleh filsafat, tetapi filsafat dan al-qur’an
tidaklah bertentangan kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan
dengan kebenaran yang dibawa filsafat. Mempelajari filsafat dan berfilsafat
tidaklah dilarang, klarena teologi (ilmu kalam) adalah bagian dari
filsafat.umat islam pun menurut filsufini diwajibkan mempelajari filsafat
Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar atau baths
an al-haqq (knowledge of thruth). Dari sinilah kita bisa melihat persamaan atau
filsafat dari agama. Tujuan agama dan tujuan filsafat adalah sama yaitu
menerangka apa yang benar dan apa yang baik. Agama, disamping wahyu, juga
menggunakan akal sebagai mana filsafatmenggunakan akal. Adapun kebenaran
peratama menurut al-kindi, ialah tuhan (allah). Dialah the first truth. Dengan
demikian filsafat membahas soal tuhan, agama t tentang tuhan. Dialam ini
terdapat benda benda yang di tangkap oleh panca indera yang merupaka juz’iyyat
yang tiada terhingga itu akan tetapi yang terpenting adalah hakikat yang
terdapat didalam juz’iyyat itu yaitu yang disebut kulliyyat, atau universal,
definisi. Tiap benda mempunyai dua hakikat. PERTAMA, hakikat sebagai juz’iyy
disebut an-niya. KEDUA, hakikat sebagai kulliyah yang disebut ma’niyyah, yaitu
hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan spesies.
Tuhan dalam filsafat al-kindi tiadalah mempunyai hakikat dalam arti
an-niyah maupun ma-hiyyah. Tuhan bukanlah benda dan tidak termaksuk benda yang
ada dialam. Ia pencipta alam, ia tidak tersusun dari materi dan bentuk (al
hayyuli’ yang wa al-shurah). Tuhan juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk
ma’hiyyah, karena tuhan tidak merupakan genus atau spesies. Tuhan hanya satu
tidak ada yang serupa dengan-Nya,. Ia adalah unik, ia adalah yang benar pertama
dan yang maha benar. Ia hanyalah satu dan semata mata Satu. Selain dia,
semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan ajaran paham islam, tuhan bagi al-kindi adalah
pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat aristoteles. Alam bagi
al-kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu
dalam hal ini ia lebih dekat dengan filsafat plotenus yang mengatakan bahwa
yang maha satu adalah sumber dari ala mini dan sumber dari segala yang ad. Alam
ini adalah emanasi atau pancaran dari yang maha satu.
2.Pemikiran Manusia Tentang Tuhan
1.
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut
pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut
mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
· Dinamisme
Menurut
paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh
positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda
disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah
(Melayu), dan syakti (India).
Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan
pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun
nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
· Animisme
Masyarakat
primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang
dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai
sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh
dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak
senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia
tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu
usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
· Politeisme
Kepercayaan
dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yangmembidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
·
Henoteisme
Politeisme
tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu
dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai
kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa
disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
·
Monoteisme
Kepercayaan
dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme hanya
mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk
monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu:
deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme
dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB.
Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya
pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda
dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama.
Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada
penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal
dari ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2.
Pemikiran Umat
Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu
Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat
liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab
timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam
memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran
yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan
pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional.
Ketiga corak pemikiran ini telah mewarnai
sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:
1.
Mu’tazilah yang merupakan
kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan pemakaian akal pikiran
dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam. Orang islam yang berbuat
dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara posisi mukmin dan
kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam
menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu sistem
teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham Mu’tazilah
yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks.
Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok Qadariah, sedang Qadariah
adalah pecahan dari Khawarij.
2.
Qodariah yang berpendapat bahwa manusia
mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang
menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan
manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
3.
Jabariah
yang merupakan pecahan dari Murji’ah berteori bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia
ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
Asy’ariyah dan
Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan Jabariah
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat
islam periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak
bertentangan dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih
aliran mana saja diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang
dianutnya, tidak menyebabkan ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi
ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan
politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang nampaknya lebih dapat
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan etos kerja adalah
aliran Mu’tazilah dan Qadariah.
3.Tuhan Menurut-Menurut Wahyu
Tuhan Menurut
Agama-agama Wahyu
Pengkajian
manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan pengalaman
serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan sesuatu
yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan
benar. Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain
tertera dalam:
- QS 21 (Al-Anbiya): 92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut
di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan
konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang
dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.
Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama
adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran
aslinya, merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.
- QS 5 (Al-Maidah):72, “Al-Masih berkata: “Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
- QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa
Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah nama isim jumid atau personal
name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama Allah
diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah
Allah. Hal ini dinyatakan antara lain dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad
35 dan 65, surat Muhammad ayat 19. Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa
ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan
Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud ayat 84 dan surat al-Maidah ayat
72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam surat al-Ankabut ayat
46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di
atas, maka menurut informasi al-Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang
benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui
teori evolusi melainkan melalui wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti
konsep tauhid telah ada sejak datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut
al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari
bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah
adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang lain.
Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas
utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi
kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk
bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain
Allah dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
4.Dalil-Dalil
Pembuktian Eksistensi Tuhan
Allah
sebagai wujud yang tidak terbatas, maka
hakikat dirinya tidak akan pernah dicapai, namun pemahaman tentang-Nya dapat
dijangkau sehingga kita mengenal-Nya dengan pengenalan yang secara umum dapat
diperoleh, malalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga. Imam `Ali as dalam
hal ini menjelaskan bahwa: “Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara
menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal
untuk mengetahui-Nya.”
Selain
itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka secara fitrah manusia memiliki
rasa berketuhanan. Fitrah ini tidak dapat dihilangkan, hanya saja dapat ditekan
dan disembunyikan, dengan berbagai tekanan kebudayaan, ilmu dan lainnya,
sehingga terkadang muncul pada saat-saat tertentu seperti pada saat tertimpa
musibah atau dalam kesulitan yang benar-benar tidak mampu ia mengatasinya. Pada
kondisi ini, kita secara fitriah mengharapkan adanya sosok lain yang memiliki
kemampuan lebih dari kita untuk datang dan memberikan pertolongan kepada kita.
Dalil
fitrah ini merupakan perasaan berketuhanan secara langsung yang tertanam pada
diri manusia. Ia menjadi model sekaligus modal khusus manusia. Akan tetapi
untuk memperkuat fitrah itu kita memerlukan dalil-dalil yang argumentatif yang
bersandar pada akal dan kemudian wahyu sebagai tambahan dan penguat
argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara singkat dan
sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan ALLah swt.
Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan
karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj
al-Balaghah sebagai berikut:
“Dia
adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah. Dia tidak dibatasi oleh
batasan-batasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka. siapa yang
menunjuk-Nya berarti mengakui batas-batas-Nya, dan yang mengakui
batas-batas-Nya berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya,
berarti membatasi-Nya, memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya.
Segala sesuatu yang disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.”
Ø Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam
pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan tidak
berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang
ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti
kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
Ø Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan
perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi
Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan
empat unsur alam semesta :
1.
Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang
hidup di muka bumi, kita akan menemukan berbagai jenis dan bentuk, berbagai
macam cara hidup dan cara berkembang biak (QS. 35:28). Semua itu menunjukkan
adanya zat yang menciptakan, membentuk, menentukan rizki dan meniupkan ruh
kehidupan (QS. 29:19,20). Bagaimanapun pintarnya manusia, tentu ia tidak akan
dapat membuat makhluk yang hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah SWT
menantang manusia untuk membuat seekor lalat jika mereka mampu (QS. 22:73).
Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah Yang
Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2.
Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan
terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi, diciptakan dalam kondisi yang
sangat sempurna tanpa cacat.Hal ini menunjukkan adanya kehendak agung yang
bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh, seandainya matahari memberikan
panasnya pada bumi hanya setengah dari panasnya sekarang, pastilah manusia akan
membeku kedinginan. Dan seandainya malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari
malam yang normal tentulah matahari pada musim panas akan membakar seluruh
tanaman di siang hari dan di malam hari seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi,
niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu
cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.”
(QS. 67:3,4)
3.
Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan
Akurat (QS. 25:2)
Alam ini diciptakan dalam
perbandingan ukuran, susunan, timbangan dan perhitungan yang tepat dan sangat
akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan berhasil menyusun
rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
4.
Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan)
(QS. 20:50)
Allah memberikan hidayah (tuntunan
dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk dapat menjalankan hidupnya dengan mudah,
sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Pada manusia sering disebut
sebagai ilham dan pada hewan disebut insting/naluri. Seorang bayi ketika
dilahirkan menangis dan mencari puting susu ibunya. Siapa yang mengajarkan
bayi-bayi tersebut? Seekor ayam betina membolak-balikkan telur yang tengah
dieramnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur itu merata, juga
kehangatan dari induk ayam tersebut, dengan demikian telur tersebut dapat
menetas. Secara ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak ayam yang sedang
diproses dalam telur itu mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya di bagian
bawah. Jika telur tersebut tidak digerak-gerakkan maka zat makanan tersebut
tidak merata, dengan demikian ia tidak dapat menetas. Siapa yang mengajarkan
ayam untuk berbuat demikian ?
Kita sering mendengar seseorang
yang ditimpa musibah yang membuat hatinya hancur luluh, putus harapan, lalu ia
berdoa menghadap Allah SWT. Tiba-tiba musibah itu hilang, kebahagiaan pun
kembali dan datanglah kemudahan sesudah kesusahan. Siapa yang mengabulkan doa,
siapa pula yang mengajarkan orang, yang kafir sekalipun, untuk berdoa/meminta
pertolongan pada suatu zat di luar dirinya yang dirasakannya bersifat Maha
Kuasa dan Maha Berkehendak ? Firman Allah :
“Dan
apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah yang kamu seru kecuali
Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu pun berpaling. Dan
manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS.17:67)
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak sekali fenomena-fenomena
kehidupan. Barangsiapa yang membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan
penciptaan langit dan bumi serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan
bukti-bukti yang jelas tentang adanya Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah benar.” (QS.41:53)
a.
Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral
(akhlaq) inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran agar
hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang dapat
menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber
kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia
merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)
b.
Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat
yang berbeda pada zaman yang berbeda. Semua rasul menjalankan misi dari langit
dengan perantaraan wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan
mukzijat) mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan
menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan akibat buruk
dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang mengutus mereka dengan
tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan kekuatan, mendukung dan
mempersenjatai mereka dengan mukzijat? Tentu suatu zat yang eksis (maujud),
Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan
bukti eksistensi Allah.
c.
Dalil Sejarah
Semua
umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, percaya akan adanya
Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah mengenal iman kepada
Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang
memperkuat eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno
bernama Plutarch).
Terdapat
beberapa cara mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu
dengan hanya mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul
perkiraan-perkiraan yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang
ketuhanan. Filsafat dan pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan
kebingungan dalam jiwa. Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan
Allah. (QS.34:51-54; 2:147; 22:11; 10:94). Jalan yang ditempuh oleh orang-orang
kafir tersebut melanggar fitrah mereka. Sebab mereka mencoba mengenal Allah
dengan menggunakan panca indra saja. Padahal panca indra hanya bisa mendeteksi
sesuatu yang dapat diraba, diukur, disentuh. Sebaliknya untuk mengenal sesuatu
selain Allah mereka menggunakan panca indra dan akal. Jalan yang ditempuh oleh
orang-orang kafir ini pada akhirnya tidak pernah membawa mereka sampai mengenal
siapa Sang Pencipta. Sebaliknya yang mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan
Allah Yang Maha Mencipta.
Adapun jalan yang ditempuh Islam
untuk mengenal Allah ialah dengan menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan
akal. Kedua potensi tersebut dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur.
Tafakkur artinya memikirkan ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat
kauniyah). Tadabbur berarti merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam
al-Qur’an (ayat qauliyah). Sehingga timbul keyakinan di dalam hati tentang
keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.3:190-191; 12:105; 10:101). Jalan yang
ditempuh oleh orang mukmin bersandarkan pada fitrahnya sebagai manusia, yaitu
mengoptimalkan akal, pemikiran, ilmu, serta hatinya untuk mengenal Allah lewat
tanda-tanda kebesaran-Nya (ayat-ayat-Nya), bukan zat-Nya. Baik tanda-tanda
kebesaran Allah yang ada di alam, mukzijat serta dalm Al Qur’an. Lewat jalan
inilah manusia akan mengenal Allah SWT.
BAB III
A.Kesimpulan
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan
(dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan
dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di
dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan
kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:
Al-ilah ialah: yang
dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika
berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan
diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56)
Ø Pengetahuan menurut Al-kindi terbagi menjadi dua :
·
Pertama, pengetahuan
illahi atau ilm ila’hiyy seperti yang tercantum dalam al-qur’an, yaitu
pengetahuan langsung yang diperoleh nabi dari tuhan. Dasar pengetahuan itu
adalah keyakinan.
·
Kedua, pengetahuan
manusiawi atau ilm insanyyataqu filsafat yang didasarkan atas pemikiran.
1.
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut
pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang
amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut
mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor,
Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
1.
Dinamisme
2.
Animisme
3.
Politeisme
4.
Henoteisme
5.
Monoteisme
2.
Pemikiran Umat
Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu
Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar, ada aliran yang bersifat
liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara keduanya. Sebab
timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan metodologi dalam
memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran
yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan
pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat
antara liberal dengan tradisional.
Dengan
mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi al-Quran,
sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan “Allah”,
dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui wahyu yang
datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak datangnya
Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang sebenar-benarnya
esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat dibagi menjadi
bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat
didampingi atau disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang
mengikrarkan kalimat syahadat La
ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam
setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang
bersumber dari al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan
untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam
sikap dan praktik menjalani kehidupan.
1.
Dalil
Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam
pada manusia bahwa ada dzat yang maujud, yang tidak terbatas dan tidak
berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala yang
ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti
kemurkaan-Nya. Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. 10:22.
2.
Dalil
Akal
Yaitu dengan tafakkur dan
perenungan terhadap alam semesta yang merupakan manifestasi dari eksistensi
Allah SWT. Orang yang memikirkan dan merenungkan alam semesta akan menemukan
empat unsur alam semesta :
1.
Ciptaan-Nya
2.
Kesempurnaan
3.
Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan
Akurat (QS. 25:2)
4.
Hidayah (Tuntunan dan Bimbingan)
(QS. 20:50)
B.Saran
Kita sebagai manusia seharusnya lebih mengembangkan pengetehuan
tentang referensi konsep ketuhanan dalam islam sehingga pemahaman kita tentang
konsep ketuhanan dalam islam tidak terbatas terutama mengenai filsafat
ketuhanan,pemikiran manusia tentang tuhan,tuhan menurt wahyu,dan dalil dalil
pembuktian eksintensi tuhan.
Dan kita dikatakan sosok manusia yang seutuhnya apabila ada
keselarasan manusia dengan tuhannya.maka dari itu kita sebagai penerus pemuda
bangsa dan negara mari kita pahamkan dalam keseharian kita tentang pemahaman
konsep dasar ketuhanan dalam islam.
C.Pertanyaan
1.
Mengapa pemikiran manusia tentang
Tuhan selalu berbeda-beda?
Jawab: Kata
‘’ilah’’ yang selalu dipakai terutama oang arab untuk menyebut sesuatu yang
dianggap penting,besar,yang diagungkan,yang mempunyai kekuatan yang lebih
besar. Dari kata ilahi (Tuhan) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap
penting) oleh manusai sedemikian rupa,sehingga manusia merelakan dirinya
dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaknya diartikan secara luas.
Tercakup d idalamnya dapat yang
dipuja,dicinta,diagungkan,diharap harapkan dapat memberikan kegembiraan dan
termasuk pula yang ditakuti akan mendatangka bahaya atau kerugian.
2.
Apa yang di maksud lahiriah dan
batinia serta contohnya?
Jawab: lahiriah
yaitu yang bersifat lahirnya,tampaknya tentunya bukan bersifat batin. Perbuatan
yang dilakukan dengan anggota badan dan dapat diketahui melalui pendengaran
dan penglihatan. Contoh yaitu:
ü
Amalan lahiriah yang dilakukan
melalui ucapan seperti menasehati dalam
kebajikan untuk mencegah kemungkaran,berbicara denga embicaraan yang baik,dan
membaca Al-quraan.
ü
Amalan lahiriah dengan anggota badan
seperti menolong orang dalam kebajikan,dan menjenguk orang sakit dll.
Sedangkan batiniah adalah amalan
yang dilakukan oleh hati(Al-qalb) yang berhubungan dengan batin(jiwa atau
hati). Contoh yaitu: perbuatan yang baik seperti
beriman,bersabar,berniat,tawaqal,ikhlas, tegar dan berani.
3.
Berikan contoh dalil pembuktian
eksistensi Tuhan?
Jawab: ‘’Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti
jumlah. Dia tidak dibatasi oleh batasan-batasan ataupuntidak dihitungoleh
angka-angka. Siapa yang menunjukan-Nya
berarti mengakui batasan-batasan-Nya, dan yang mengakui batasan-batasan-Nya
berarti telah menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti
membatasi-Nya , memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya. Segala
sesuatu yang disebut satu adalah kurang,kecuali Dia.’’
4.
Apa yangdi maksud dalil fitrahl dan
dalil akal?
Jawab: dalil
fitrah yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia yang tidak terbatas dan
tidak berkesudahan, yang mengawasi segala sesuatu, mengurus dan mengatur segala
yang ada di alam semesta, yang diharapkan kasih sayang-Nya dan ditakuti
kemurkaan-Nya. Sedangkan dalil akal yaitu dengan tafakkur dan perenungan
terhadap alam semesta yang merupakan menifestasi dari eksistensi Allah SWT.